Menegakkan Negara Pelayanan

Oleh K.H. Hilmi Aminuddin

Jama’ah dakwah kita  ini adalah harakah dakwah atau harakah Islamiyah, tapi salah satu sisinya adalah jam’iyyah khairiyah, yang artinya adalah pelayanan. Kepemimpinan umat ini harus diraih melalui kepiawaian dan kepeloporan kita dalam pelayanan. An-naasu yuwalluuna ‘ala man khadamahum—manusia itu berwala’ kepada mereka yang melayaninya. Yang paling banyak melayani, paling banyak mendapatkan loyalitas.

Bahkan dalam konsepsi pemerintahan dalam Islam pun hukumah-nya adalah hukumah khidamiyah, pemerintah pelayanan. Konsep daulah khidamiyah, negara pelayanan, baru ditemukan oleh negara-negara Barat pada abad ke-20.
Padahal konsepsi Islam dari awal ta’sisnya, negara itu bernama negara pelayanan.

Lihatlah bagaimana kata-kata Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu ketika menyatakan, “Jika ada keledai terperosok di Iraq, sayalah yang bertanggung jawab.”

Soal keledai dia merasa bertanggung jawab; khalifah memikul tanggung jawab, kepala negara memikul tanggung jawab. Sekarang ribuan orang terperosok, tertimpa bencana, mengalami malapetaka—di saat seperti ini mencari orang yang tampil dengan karya-karya yang bertanggung jawab agak sulit.

Alhamdulillah, kader-kader kita—ikhwan dan akhwat—selalu menjadi shahibul mubadarah, yang berinisiatif pertama hadir di tengah-tengah bencana, di tengah-tengah musibah; yang paling cepat hadir di tengah-tengah musibah umat, di tengah-tengah bangsa. Itulah yang paling layak memimpin bangsa ini.

Tak lama lagi—insya Allah—jika kader-kader kita telah tampil sebagai rijalud daulah, maka ia harus menjadikan institusi publik itu sebagai lembaga pelayanan. Kita sudah punya beberapa kader yang mulai tampil di kabinet, walikota, kepala daerah, bupati, wakil gubernur, dan seterusnya.***

Tags: