ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلَاوَةَ الْإِيْمَانِ: أَنْ يَكُونَ اللهُ وَرَسُولُهُ أحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سَوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إلاَّ لِلهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ بَعْدَ أَنْ أَنْقَذَهُ اللهُ مِنْهُ، كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ
“Tiga sifat yang jika ada pada diri seseorang, ia akan meraih manisnya iman: (1) Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari selain keduanya, (2) Ia mencintai seseorang, tidaklah mencintainya melainkan karena Allah, (3) Ia membenci untuk kembali kepada kekafiran –setelah Allah menyelamatkannya darinya– sebagaimana ia benci apabila dilempar ke dalam api.” (Hadits Muttafaq ‘Alaihi)
Dengan al-mahabbatu as-syar’i ini perasaan jiwa yang muncul pada diri seseorang bukan hanya hubbut tamalluk (kecintaan untuk memiliki) sebagaimana dalam al-mahabbatu at-thabi’i; lebih mulia dari itu perasaan yang muncul adalah: al-mawaddatu wal mahabbah (kasih sayang dan cinta). Ada keakraban dan kehangatan, keramahan dan persahabatan, keintiman dan kasih sayang yang tulus; yang diikat oleh ikatan iman kepada Allah Ta’ala bukan hanya sebatas ikatan kepentingan dunia.
Abdullah bin al-Abbas bin Abdil Muththalib berkata,
وَقَدْ صَارَتْ عَامَّةُ مُؤَاخَاةِ النَّاسِ عَلَى أَمْرِ الدُّنْيَا، وَذَلِكَ لاَ يُجْدِي عَلَى أَهْلِهِ شَيْئًا
“Sungguh, kebanyakan persaudaraan manusia karena urusan dunia (bukan lagi karena Allah), dan yang seperti itu tidaklah memberi manfaat sedikit pun padanya.”[2]
Kecintaan yang didasari iman adalah cinta yang kekal (al-baqa). Di akhirat nanti, orang-orang yang saling mencintai karena Allah Ta’ala akan memperoleh kemuliaan yang agung dari Allah Ta’ala.
Dari Umar bin Al-Khathab radhiyallahu ‘anhu; “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
«إِنَّ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ لَأُنَاسًا مَا هُمْ بِأَنْبِيَاءَ، وَلَا شُهَدَاءَ يَغْبِطُهُمُ الْأَنْبِيَاءُ وَالشُّهَدَاءُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، بِمَكَانِهِمْ مِنَ اللَّهِ تَعَالَى»
“Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah terdapat beberapa manusia yang bukan para nabi dan orang-orang yang mati syahid. Para nabi dan orang-orang yang mati syahid merasa iri kepada mereka pada Hari Kiamat karena kedudukan mereka di sisi Allah ta’ala.”
Mereka (para sahabat) bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah Anda akan mengabarkan kepada kami siapakah mereka?”
Beliau bersabda,
«هُمْ قَوْمٌ تَحَابُّوا بِرُوحِ اللَّهِ عَلَى غَيْرِ أَرْحَامٍ بَيْنَهُمْ، وَلَا أَمْوَالٍ يَتَعَاطَوْنَهَا، فَوَاللَّهِ إِنَّ وُجُوهَهُمْ لَنُورٌ، وَإِنَّهُمْ عَلَى نُورٍ لَا يَخَافُونَ إِذَا خَافَ النَّاسُ، وَلَا يَحْزَنُونَ إِذَا حَزِنَ النَّاسُ»
“Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai dengan ruh dari Allah tanpa ada hubungan kekerabatan di antara mereka, dan tanpa adanya harta yang saling mereka berikan. Demi Allah, sesungguhnya wajah mereka adalah cahaya, dan sesungguhnya mereka berada di atas cahaya, tidak merasa takut ketika orang-orang merasa takut, dan tidak bersedih ketika orang-orang merasa bersedih.”
Dan beliau membaca ayat ini.
أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (Yunus:62)” (Sunan Abu Daud: Shahih)
Wallahu A’lam
Tags: